Selasa, 12 April 2011

Kota Peureulak



Peradaban Tua Kota Peureulak


Sebuah peradaban terajut di Pereulak. Daerah yang sangat bergolak di masa konflik itu, punya sejarah keunikan tersendiri. Negeri Peureulak didirikan oleh suku Syahril Nuwiy, bernama Pho He La. Namun terkenal sampai ke negeri Arab Berkah Nakhoda Kalifah. Karena itu pula, ibu kota kerjaan Islam Peureulak dinamai Bandar Khalifah.

Sejarah Aceh tak pernah lekang dari Pereulak, sebuah kota kecil di Kabupaten Aceh Timur. Beragam sejarah tertoreh di daerah itu. Peureulak dulu merupakan bandar besar, pusat peradaban, tapi Peureulak kini adalah kota kecil yang tak pernah lekang dari pergolakan. Ia merupakan salah satu simpul konflik di negeri ini, yang menuntut sebuah pembaharuan menuju perdamaian Aceh yang sesungguhnya.

Sebuah catatan lama Abu Ishaq Makarani Pase, dalam Risalah Idharul-Haq fi Mamlaka Peureulak, menggambarkan Peureulak sebagai bandar, pusat perdagangan yang sangat ramai pada tahun 173 Hijriah, atau tahun 800 Masehi. Karena itu pula Peureulak disebut sebagai salah satu kota peradaban tertua di Aceh.

Pada tahun tersebut, datang ke Peureulak sebuah rombongan pedagang, yang dipimpin oleh nakhoda Khalifah. Mereka merupakan saudagar-saudagar Arab, Persia dan India muslim. Mereka datang ke bandar Peureulak untuk membeli lada, salasari, dan berbagai rempah-rempah lainnya.

Setelah tiga bulan mengumpul rempah-rempah, mereka kemudian kembali ke negerinya. Tapi tak lama kemudian, saudagar-saudagar dari negeri Arab lainnya datang, setelah mengetahui asal barang yang dijual oleh nakhoda Khalifah dan rombongannya. Maka sejak itu pula Bandar Khalifah menjadi terkenal.

Seiring dengan itu pula, para pendatang dari Arab tersebut menyebarkan agama Islam di Peureulak. Islam semakin cepat berkembang, apalagi setelah Islam diterima oleh raja Peureulak. “Dua ratus dua puluh lima tahun, pada hari selasa, maka naiklah raja Sultan Marhum Alaiddin Maulana Abdul Aziz Syah Zillullah Fil Alam. Dan adalah lama dalam tahta kerajaan dua puluh empat tahun, maka ia pun meninggal pada hari Ahad, dua hari bulan Muharram pada waktu zuhur intaha kalam,” tulis Abu Ishaq Makarani Pase dalam risalah tersebut.

Untuk mengenang nakhoda Khalifah yang telah membuat bandar Peureulak terkenal sampai ke negeri Arab, maka ibu kota negeri pemerintahan Islam di Peureulak dinamai Bandar Khalifah. Sampai tahun 306 Hijriah atau 918 Masehi Kerajaan Islam Peureulak dipimpin oleh sultan-sultan dari dinasti Sayid Maulana yang menganut paham syiah. Sampai akhirnya terjadi pertentangan dari golongan ahlus sunnah wal jamaah. Karena pertentangan itu pula, Peureulak kemudian dibagi menjadi dua bagian pemerintahan. Sebagian wilayah yang menganut paham syiah tetap dipimpin oleh sultan dari dinasti Saiyid Maulana.

Sementara sebagian lagi diperintah oleh para pengikut ahlus sunnah wal jamaah, yang rajanya diangkat dari keturunan maharaja (meurah) Peureulak asli, yaitu suku Sjahril Nuwiy, pembuka pertama negeri Peureulak pada masa lalu, yang bernama maharaja Pho He La Syahril Nuwi. Mungkin nama Po He La pula yang menjadi asal-usul nama Peureulak. Sultan pertama yang dipilih oleh golongan ahlus sunnah wal jamaah di negeri Peureulak adalah Meurah Abdul Qadir Syah yang bergelar Sultan Machdum Ala’ldin Malik Abdul Qadir Syah Johan Berdaulat Zillull-lah Fil Alam.

Pecahnya Peureulak menjadi dua bagian tersebut, membuat negeri itu sering menimbulkan sengketa dan perang saudara. Namun Peureulak kemudian dapat disatukan kembali, setelah pada tahun 375 Hijriah, atau 986 masehi, kerajaan Sriwijaya bermaksud menyerang dan menundukkan negeri Islam Peureulak.

Pada masa itu, Peureulak yang mengikuti aliran Syiah dipimpin oleh Sultan Saiyid Maulana Machmud Syah. Sementara Peureulak bagian ahlus sunnah wal jamaah, dipimpin oleh Sultan Mahmud Alaiddin Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulat. Nah, untuk menghadapi agresi dari Kerajaan Sriwijaya itulah, rakyat Peureulak yang terpisah dalam pemerintahan kembar, bersatu kembali di bawah komando sultan masing-masing.

Pada masa peperangan itu pula, tepatnya tahun 377 Hijriah atau 988 Masehi, Sultan Alaiddin Sayid Maulana Mahmud Syah, yang memerintah golongan syiah, meningal dunia. Karena itu pula, rakyat Peureulak kemudian bersatu di bawah pimpinan Sultan Machdum Alaiddin Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulat.

Perang dengan Kerajaan Sriwijaya baru berakhir pada tahun 395 Hijriah atau 1.006 Masehi. Sriwijaya menarik kembali pasukannya dari Peureulak untuk menghadapi peperangan yang lebih besar dengan kerajaan Darmawangsa di Pulau Jawa. Berakhirnya perang di Peureulak tersebut, membuat para ulama dari Peureulak semakin leluasa menyebarkan agama Islam ke luar Peureulak, bahkan sampai negeri Jawa.

Sampai kini Peureulak tetap saja menjadi sebuah keunikan tersendiri. Kota dengan peradaban tuanya itu, punya rentetan sejarah yang unik dibandingkan dengan daerah lainnya di Aceh. Bahkan ketika Aceh bergolak menentang “Jakarta”, Peureulak merupakan basis dari penetangan tersebut ( the and )

Next ...