ج (JIM)
Disuatu
daerah tinggallah sepasang suami istri dan satu orang putra yang kini berusia enam
tahun. Oleh ibunya diberi nama JIM. Jim kecil merasa dirinya tunggal selalu
membuat tingkah yang aneh-aneh.
Suatu
hari ia protes pada ibunya soal nama jim yang selalu disebut-sebut oleh anak
seuisianya disebuah surau, Untuk itu ia meminta orangtuanya supaya tidak memanggil
lagi dirinya dengan sebutan jim karna ia merasa muak dengan nama itu. Tidak ada
pilihan lain bagi kedua orang tua sijim kecuali mengikuti kemauan anaknya, dengan
terpaksa mereka memanggil putra semata wayangnya itu dengan sebutan umum seperti
kebanyakan orang aceh memanggil anak kesayangan mereka dengan sebutan Nyak saja.
Suatu
malam orang tua sijim berunding, mereka sepakat besok sijim akan diantar kesurau
untuk belajar mengaji mengingat umur sijim sudah cukup untuk belajar mengaji.
Seperti yang direncanakan, keesokan harinya sijim diantar ke balai pengajian
untuk belajar membaca Al-qur’an seperti teman-teman yang lain seusianya, sijim
segera diserahkan pada ustaz pemilik surau itu.
Selepas
ibunya pulang, sijim segera bergbung dengan teman-temannya yang lain, karna ia
santri baru, ustad menyuruh sijim maju duluan untuk diajarkan membaca huruf
hijayyah, sijim menurut, ia duduk bersila dihadapan sang guru, mulailah ia
diajarkan membaca bismillah secara berulang-ulang, setelah dirasa cukup
barulah dimulai membaca huruf hijayyah, awalnya lancar-lancar saja namun ketika
ustad mengucap huruf JIM, sijim tidak mau ikut membaca, meski sudah dituntun
dengan benar, namun tetap saja sijim diam tidak mau iku membaca. dengan sabar
ustad terus menuntunnya dari awal, sijim meniru apa yang diucapkan ustad dengan
fasihnya, tapi lagi-lagi terhambat pada huruf jim, sang ustad terus membujuk, namun sijim juga terus menggeleng. Akhirnya hilang juga kesabaran
sijim karna terus menerus ustad memaksanya membaca huruf yang tidak ingin dia
baca, sadar atau tidak sijim menampar gurunya dengan keras, setelah itu ia
menagis, entah karna ia takut ntah karna ia marah kepada gurunya yang terus
menerus menyebut jim dihadapannya.
Sungguh
perjuangan yang sangat berat bagi ustad, sijim harus dilatih dan akan diberi
pemahaman secara bertahap tentang huruf jim dengan namanya yang tidak ada
kaitannya sama sekali. sijimpun mondok dirumah guru ngajinya untuk sementara
waktu tentu setelah mendapat persetujuan dari orangtuanya.
Suatu
hari sang ustad beserta istrinya akan memenuhi sebuah hajatan, sijim tidak mau
diajak, iapun disuruh menjaga surau. selepas gurunya pergi si
jim asyik bermain tanpa mengetahui ada sekawananan kambing yang masuk ke dalam surau
dan membuang kotoran disana, saat gurunya pulang alangkah terkejutnya ia
mendapati surau penuh dengan kotoran kambing.
Ustad
segera memanggil sijim dan menyuruhnya membersihkan surau itu sendirian sampai
bersih sebagai hukuman atas kelalaiannya, kemudian ia berpesan agar kejadian
serupa jangan sampai terjadi lagi, jika tidak lain kali ia akan disuruh membersihkannya
dengan mulut.
Sijim
bukanlah orang yang mau dimarahi, meskipun ia tidak membantah kata-kata
gurunya, namun ia menyimpannya dalam hati.
Hari
itu salah seorang warga yang sedang melaksanakan kenduri(hajatan) dikampung mengundang ustad untuk hadir, ia bermaksud akan memenuhi undangan tersebut, seperti waktu itu
sijim tidak mau ikut dan ia diamanahkan oleh ustad untuk menjaga surau.
Saat
ustad pulang, kembali ia mendapati suraunya penuh dengan kotoran, kali ini siustad
tidak tahu kotoran apa yang berserakan diatas lantai, melihat hal itu hilanglah
kesabaran ustad, sijim dihukum sesuai dengan janjinya waktu itu, sijim segera
jongkok sebagai bukti kepatuhannya, dengan tenang ia membersihkan kotoran itu dengan mulut,
anehnya lagi sijim bahkan menelannya tanpa merasa jijik sedikitpun, ia bahkan terlihat
seperti orang yang sedang menyantap makanan lezat, tentu saja sang ustad
tercengang, ia berdiri dengan mata melotot tidak percaya, semuanya ludes
dilahap oleh sijim kecuali tumpukan terakhir yang tinggal sebesar ibu jari
sengaja disisakan oleh sijim, dengan tidak mengurangi rasa hormat, ia menyuruh gurunya untuk ikut mencicipi kotoran
yang tersisa itu, sayang kalau dilewati karna menurutnya kotoran itu sangat
gurih dan nikmat.
Karna
penasaran gurunyapun ikut mencicicpi meskipun ia sempat ragu-ragu, namun
alangkah kagetnya ia, ternyata apa yang dikatan sijim itu benar bahwa rasanya
gurih dan nikmat. Belum pernah ia merasakannya selama ini. Ustad bertanya pada
sijim kambing mana yang membuang kotorannya di balai, sijimpun asal nunjuk pada
sekelompok kambing yang sedang ngerumput disawah, ustad dengan penuh semangat
mengajak sijim menangkap kambing itu karna menurutnya kambing itu ajaib, sijim mengangguk
tanda setuju, tanpa ragu ustad segera mengejar kambing yang ditunjuk oleh
sijim. Kambing yang dikejar tentu saja lari pontang- panting sambil terus
mengembik, sijim turut membantu gurunya mengejar dengan penuh semangat sampai
akhirnya kambing tertangkap oleh mereka, tentu saja kambing meronta-ronta minta dilepas ia tidak
rela kalau tubuhnya dipegang oleh manusia, semakin kuat kambing meronta semakin
kuat pula ustad dan sijim menahannya sampai-sampai kambing itu mengeluarkan kotorannya,
tidak mau menyia-nyiakan kesempatan emas itu sang gurupun segera melahap
kotoran yang baru keluar itu dengan hati penuh gembira,
namun sebentar kemudian ia kembali memuntahkan kotoran tersebut karna rasanya
seperti kotoran sungguhan, tidak sama dengan yang ia cicipi di balainya tadi.
ketika
ia melirik sijim, ternyata anak itu sudah jauh berlari sambil tertawa ngakak,
merah padam wajah siustad karna merasa telah ditipu. Dengan perasaan berang
iapun kembali kepondok sambil terus muntah-muntah seperti orang keracunan
makanan.
Hatinya
masih kesal pada sijim, namun begitu ia harus mehannya, ia menyadari telah membuat
kesalahan telah menghukum sijim padahal belum tentu ia bersalah.
Belakangan
diketahui kalau yang dijilat sijim disuraunya waktu itu bukan kotoran melainkan
dodol yang dibawa oleh ibunya dari rumah, sehingga pantaslah rasanya enak dan
gurih, namun kejadian hari itu tidak pernah ia ceritkan kepada siapapun, sijim
dan gurunya sepakat untuk menutupinya rapat-rapat. Namun akhirnya katahuan juga
kebenarnnya sehingga penulis dapat berbagi kisahnya di forum ACEH KREASI.
He..hee...hee..!