Kamis, 26 Juli 2012

Kisah Dari Mulut Ke Mulut


ج  (JIM)


Disuatu daerah tinggallah sepasang suami istri dan satu orang putra yang kini berusia enam tahun. Oleh ibunya diberi nama JIM. Jim kecil merasa dirinya tunggal selalu membuat tingkah yang aneh-aneh.

Suatu hari ia protes pada ibunya soal nama jim yang selalu disebut-sebut oleh anak seuisianya disebuah surau, Untuk itu ia meminta orangtuanya supaya tidak memanggil lagi dirinya dengan sebutan jim karna ia merasa muak dengan nama itu. Tidak ada pilihan lain bagi kedua orang tua sijim kecuali mengikuti kemauan anaknya, dengan terpaksa mereka memanggil putra semata wayangnya itu dengan sebutan umum seperti kebanyakan orang aceh memanggil anak kesayangan mereka dengan sebutan Nyak saja.

Suatu malam orang tua sijim berunding, mereka sepakat besok sijim akan diantar kesurau untuk belajar mengaji mengingat umur sijim sudah cukup untuk belajar mengaji. Seperti yang direncanakan, keesokan harinya sijim diantar ke balai pengajian untuk belajar membaca Al-qur’an seperti teman-teman yang lain seusianya, sijim segera diserahkan pada ustaz pemilik surau itu.

Selepas ibunya pulang, sijim segera bergbung dengan teman-temannya yang lain, karna ia santri baru, ustad menyuruh sijim maju duluan untuk diajarkan membaca huruf hijayyah, sijim menurut, ia duduk bersila dihadapan sang guru, mulailah ia diajarkan membaca bismillah secara berulang-ulang, setelah dirasa cukup barulah dimulai membaca huruf hijayyah, awalnya lancar-lancar saja namun ketika ustad mengucap huruf JIM, sijim tidak mau ikut membaca, meski sudah dituntun dengan benar, namun tetap saja sijim diam tidak mau iku membaca. dengan sabar ustad terus menuntunnya dari awal, sijim meniru apa yang diucapkan ustad dengan fasihnya, tapi lagi-lagi terhambat pada huruf jim, sang ustad terus membujuk, namun sijim juga terus  menggeleng. Akhirnya hilang juga kesabaran sijim karna terus menerus ustad memaksanya membaca huruf yang tidak ingin dia baca, sadar atau tidak sijim menampar gurunya dengan keras, setelah itu ia menagis, entah karna ia takut ntah karna ia marah kepada gurunya yang terus menerus menyebut jim dihadapannya.
Sungguh perjuangan yang sangat berat bagi ustad, sijim harus dilatih dan akan diberi pemahaman secara bertahap tentang huruf jim dengan namanya yang tidak ada kaitannya sama sekali. sijimpun mondok dirumah guru ngajinya untuk sementara waktu tentu setelah mendapat persetujuan dari orangtuanya.
Suatu hari sang ustad beserta istrinya akan memenuhi sebuah hajatan, sijim tidak mau diajak, iapun disuruh menjaga surau. selepas gurunya pergi si jim asyik bermain tanpa mengetahui ada sekawananan kambing yang masuk ke dalam surau dan membuang kotoran disana, saat gurunya pulang alangkah terkejutnya ia mendapati surau penuh dengan kotoran kambing.

Ustad segera memanggil sijim dan menyuruhnya membersihkan surau itu sendirian sampai bersih sebagai hukuman atas kelalaiannya, kemudian ia berpesan agar kejadian serupa jangan sampai terjadi lagi, jika tidak lain kali ia akan disuruh membersihkannya dengan mulut.
Sijim bukanlah orang yang mau dimarahi, meskipun ia tidak membantah kata-kata gurunya, namun ia menyimpannya dalam hati.

Hari itu salah seorang warga yang sedang melaksanakan kenduri(hajatan) dikampung mengundang ustad untuk hadir, ia bermaksud akan memenuhi undangan tersebut, seperti waktu itu sijim tidak mau ikut dan ia diamanahkan oleh ustad untuk menjaga surau.

Saat ustad pulang, kembali ia mendapati suraunya penuh dengan kotoran, kali ini siustad tidak tahu kotoran apa yang berserakan diatas lantai, melihat hal itu hilanglah kesabaran ustad, sijim dihukum sesuai dengan janjinya waktu itu, sijim segera jongkok sebagai bukti kepatuhannya, dengan tenang ia  membersihkan kotoran itu dengan mulut, anehnya lagi sijim bahkan menelannya tanpa merasa jijik sedikitpun, ia bahkan terlihat seperti orang yang sedang menyantap makanan lezat, tentu saja sang ustad tercengang, ia berdiri dengan mata melotot tidak percaya, semuanya ludes dilahap oleh sijim kecuali tumpukan terakhir yang tinggal sebesar ibu jari sengaja disisakan oleh sijim, dengan tidak mengurangi rasa hormat, ia  menyuruh gurunya untuk ikut mencicipi kotoran yang tersisa itu, sayang kalau dilewati karna menurutnya kotoran itu sangat gurih dan nikmat.

Karna penasaran gurunyapun ikut mencicicpi meskipun ia sempat ragu-ragu, namun alangkah kagetnya ia, ternyata apa yang dikatan sijim itu benar bahwa rasanya gurih dan nikmat. Belum pernah ia merasakannya selama ini. Ustad bertanya pada sijim kambing mana yang membuang kotorannya di balai, sijimpun asal nunjuk pada sekelompok kambing yang sedang ngerumput disawah, ustad dengan penuh semangat mengajak sijim menangkap kambing itu karna menurutnya kambing itu ajaib, sijim mengangguk tanda setuju, tanpa ragu ustad segera mengejar kambing yang ditunjuk oleh sijim. Kambing yang dikejar tentu saja lari pontang- panting sambil terus mengembik, sijim turut membantu gurunya mengejar dengan penuh semangat sampai akhirnya kambing tertangkap oleh mereka, tentu saja  kambing meronta-ronta minta dilepas ia tidak rela kalau tubuhnya dipegang oleh manusia, semakin kuat kambing meronta semakin kuat pula ustad dan sijim menahannya sampai-sampai kambing itu mengeluarkan kotorannya, tidak mau menyia-nyiakan kesempatan emas itu sang gurupun segera melahap kotoran yang baru keluar itu dengan hati penuh gembira, namun sebentar kemudian ia kembali memuntahkan kotoran tersebut karna rasanya seperti kotoran sungguhan, tidak sama dengan yang ia cicipi di balainya tadi.
ketika ia melirik sijim, ternyata anak itu sudah jauh berlari sambil tertawa ngakak, merah padam wajah siustad karna merasa telah ditipu. Dengan perasaan berang iapun kembali kepondok sambil terus muntah-muntah seperti orang keracunan makanan.

Hatinya masih kesal pada sijim, namun begitu ia harus mehannya, ia menyadari telah membuat kesalahan telah menghukum sijim padahal belum tentu ia bersalah.

Belakangan diketahui kalau yang dijilat sijim disuraunya waktu itu bukan kotoran melainkan dodol yang dibawa oleh ibunya dari rumah, sehingga pantaslah rasanya enak dan gurih, namun kejadian hari itu tidak pernah ia ceritkan kepada siapapun, sijim dan gurunya sepakat untuk menutupinya rapat-rapat. Namun akhirnya katahuan juga kebenarnnya sehingga penulis dapat berbagi kisahnya di forum ACEH KREASI. He..hee...hee..!

0 komentar:

Posting Komentar